Popular Post

Posted by : utamibiran Rabu, 03 Desember 2014


Sesampainya aku dirumah. Ku renungkan. Bahkan bukan kopi yang aku mau. Bukan dia. Tapi aku terbiasa dengan hadirnya aku terbiasa tak meraih apa  yang aku ingin. Kata-katanya tadi membuatku berpikir. Untuk apa aku menunggu seseorang menyelesaikan kebahagiaannya yang belum tentu mereka akan menyelesaikannya. Berkali aku pacaran, baru kali ini aku memikirkan kebahagiaan. Apa ini pendewasaan?

Kenapa baru sekarang aku merasa ada yang salah dari apa  yang aku rasa. Apa rasa itu bisa salah? Bahkan hanya karena 1 senyum aku melewatkan orang yang membuatku tertawa sepanjang hari? Jahatkah ini Tuhan...

Baik. Sudah berkali-kali saat aku menjalin hubungan selalu aku yang dibahagiakan. Kali ini, aku harus membahagiakan orang yang harusnya dapatkan perhatian lebih dariku.

Konsepnya membahagiakan untuk dapat kesempurnaan, bukan lagi menunggu ditepian jalan yang kosong tanpa diapun tau apa yang ku rasa.

Hari ini, yap tepat tanggal 26 November 2009 aku berdiri lebih awal didepan rumahku. Menunggu dia, dia yang pasti menunggu hari ini.

Dia datang...

“Hai, blm sarapan kan? Nih...”  kotak makan berisi sandwich itupun aku terima. Dalam perjalanan dia selalu menatapku sesekali dan keadaan hening akupun memakan sarapan pagi darinya sampai dia memecah keadaan...

“Aku udah bisa dapet jawaban si blimbing asem ini belum hehe” dan akupun mengalihkan pembicaraan “Ih apa sih panggilnya blimbing asem, jelek banget gue...” dia menjelaskan “Loh kamu suka blimbingkan? Tapi kalo blimbingkan rasanya manis, kalo kamu asem. Juteknya setengah mati liat aja ntar kalo udah jadi pacar, aku jadiin km tukang bikin ketawa orang” hahaha dasar kopi selalu punya cerita disetiap pagi..

“Eh jadi gimana? Aku blm bisa dapet jawabanku ya?” aku beluuummm siiiaaaap ntah apa yang aku ragukan, aku takuuuut. Dan ini bukan kali pertama aku mengalami keadaan seperti ini. Kenapa baru sekarang aku bingunggggg.

“Gue mau jawab, tapi gue takut kita malah jauh”...

“Apapun jawaban kamu, aku terima. Kalaupun kita ga bisa sama-sama seengganya aku udah jujur sama perasaan aku. Aku cuma ga mau terlambat. Dan kita masih bisa jadi sahabat kok”... Senyuman itu, bukan senyuman biasanya kopi. Aku mengecewakanmu?

“Kopi, maaf ya kalo gue sering ngecewain lo. Gue ga nyangka lo bisa sayang sama orang kaya gue. Yang bahkan lo tau gue nyimpen rasa buat siapa. Gue ga mau ngecewain lo lagi kopi. Cukup ini yang terakhir.”

“Yaudah gue ngerti ko tam, maaf ya gue usaha gue kurang gigih buat bikin lo nyaman sama gue”... Ini mungkin senyuman terakhirnya...

“Sekali lagi gue minta maaf kopi, gue ga bisa...”

“Iya tam yaudah, udah ya kita ga usah bahas ini la...”

“Gue ga bisa nolak orang sejenius lo. Lo hebat lo buat gue lupa sama apa yang gue rasa buat orang lain. Lo buat gue nyaman kopi...”

Dia rem mendadak. Dan menatap mataku dalam, erat dan dia mengeluarkan senyuman indah itu lagi... Ternyata tadi adalah senyum suram terakhir yang aku lihat...

“Jadi kita jadian taaam? Aaaaaaaaaaa”

Terimakasih Kopi, telah mengajarkanku apa arti perjuangan. Aku mengerti sekarang mengapa dalam suatu hubungan selalu ada kesempurnaan, bukan karena kamu sempurna atau aku sempurna tapi karena kita yang membuat semua kekonyolan menjadi kebersamaan yang tiada ternilai...

Kopi sekarang hobinya ketawa depan mata tami. Dia suka ngeledek tami pesek. Dia ngelakuin hal-hal konyol yang buat tami lupa, lupa sama apa yang tami rasa buat dia. Semua jadi manis, indah, tak ternilai...

Karenamu aku tau rasa manis, walau aku kehilangan sebelum memiliki. Mengikhlaskan sebelum disatukan. Kopi, ntah bahagia atau bukan tapi kamu selalu jadi secangkir kopi terspesial di setiap pagi...

Selamat pagi kopi...

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Utami Pratiwi -