- Back to Home »
- News »
- Kode Etik
Posted by : utamibiran
Selasa, 29 Maret 2016
Bunuh Istri, Bripka Triono Terancam Dipecat dari Institusi Polri
Mei Amelia R - detikNews
Pemakaman Istri Bripka Triono (Foto:
Hendrik R)
Jakarta - Bripka Triono diduga membunuh istrinya, Ratnita Handriyani di
rumahnya di Kelurahan Tugu, Cimanggis, Kota Depok. Jika terbukti melakukan
pembunuhan tersebut, anggota Obvit Polres Depok Depok itu terancam dipecat dari
institusi Polri.
Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Janner Humala Pasaribu mengatakan, pihaknya tengah menyelidiki kasus oknum tersebut.
"Sekarang masih diselidiki oleh Paminal Polres Depok. Yang bersangkutan sudah mengaku, tapi harus dibuktikan terlebih dahulu," ujar Janner kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (28/3/2016).
Janner mengatakan, penyidikan kode etik dilakukan bersamaan dengan proses penyidikan pidananya di Mapolres Depok. Sidang kode etik terhadap Triono dijatuhkan setelah dirinya mendapatkan vonis dari pengadilan atas peristiwa pidana yang dilakukannya.
"Sidang kode etiknya baru dilakukan setelah inkrah, kalau sudah divonis pidananya. Barulah setelah itu dijatuhkan hukumannya," tambahnya.
Soal sanksi kode etik atas dugaan pembunuhan itu, Janner belum bisa merincinya sebelum ada putusan dari pengadilan.
"Tetapi dalam Perkap No 14 Tahun 2011 itu, sanksi PTDH itu tidak mengacu pada minimal vonis yang didapat, tetapi dari ancaman hukuman pidananya," lanjutnya.
Triono sendiri dijerat dengan Pasal 340 dan atau 338 KUHP tentang pembunuhan berencana atau pembunuhan. Untuk pidana pembunuhan berencana sendiri, ancaman hukumannya maksimal hukuman mati, sementara pidana pembunuhan biasa ancaman hukuman maksimal adalah seumur hidup.
(mei/rvk)
Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Janner Humala Pasaribu mengatakan, pihaknya tengah menyelidiki kasus oknum tersebut.
"Sekarang masih diselidiki oleh Paminal Polres Depok. Yang bersangkutan sudah mengaku, tapi harus dibuktikan terlebih dahulu," ujar Janner kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (28/3/2016).
Janner mengatakan, penyidikan kode etik dilakukan bersamaan dengan proses penyidikan pidananya di Mapolres Depok. Sidang kode etik terhadap Triono dijatuhkan setelah dirinya mendapatkan vonis dari pengadilan atas peristiwa pidana yang dilakukannya.
"Sidang kode etiknya baru dilakukan setelah inkrah, kalau sudah divonis pidananya. Barulah setelah itu dijatuhkan hukumannya," tambahnya.
Soal sanksi kode etik atas dugaan pembunuhan itu, Janner belum bisa merincinya sebelum ada putusan dari pengadilan.
"Tetapi dalam Perkap No 14 Tahun 2011 itu, sanksi PTDH itu tidak mengacu pada minimal vonis yang didapat, tetapi dari ancaman hukuman pidananya," lanjutnya.
Triono sendiri dijerat dengan Pasal 340 dan atau 338 KUHP tentang pembunuhan berencana atau pembunuhan. Untuk pidana pembunuhan berencana sendiri, ancaman hukumannya maksimal hukuman mati, sementara pidana pembunuhan biasa ancaman hukuman maksimal adalah seumur hidup.
(mei/rvk)
Jelas
pada fakta yang diberitakan media bahwa Bripka Triono telah melanggar kode etik
kepolisian. Sesuai dengan kode etik kepolisian, masyarakat mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan, pelayanan, dan pengayoman dari Polri sehingga merasa
aman dan tentram. Tetapi didalam kasus pembunuhan Ratnita Handriyani, Bripka
Triono telah mengakui bahwa beliau telah membunuh istrinya sendiri yang secara
langsung telah melanggar kode etik kepolisian. Bripka Triono harus mengikuti
sidang Pelanggaran Kode Etik Profesi
Polri yang terdapat Pasal 12, 13 dan Pasal 14 PP Nomor : 1 Tahun 2003 tentang
Pemberhentian Anggota Polri serta Pasal 13 PP Nomor : 2 Tahun 2003 tentang
Peraturan Disiplin Anggota Polri. Apabila anggota Polri dijerat pidana
hukuman penjara di atas lima tahun, maka secara otomatis akan dijatuhkan sanksi
pemecatan dari struktural insititusi Polri dan Bripka Triono harus menjalani
hukuman pidana sesuai ketentuan negara.
Bripka
Triono pantas mendapatkan hukuman maksimal, karena telah melakukan pembunuhan
berencana terhadap istrinya sendiri. Menurut Undang-Undang Perkawinan Pasal 1
No 1 menyatakan bahwa Perkawinan adalah
suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri
dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa (Munandar, 2001). Dengan adanya kasus Bripka Triono,
Indonesia telah memiliki contoh bahwa penegak hukum sekalipun dapat melakukan
tindak pidana. Negara harus lebih menekankan penyusunan dan penyempurnaan
peraturan perundang-undangan agar lebih memperhatikan rasa keadilan pada seluruh
masyarakat dan kepentingan nasional sehingga mendorong adanya kesadaran hukum seluruh
masyarakat untuk mematuhinya.
Pelajaran
yang didapat pada kasus diatas, menurut saya sebagai warga negara yang baik
harus mengutamakan kode etik. Karena dengan memiliki kode etik yang baik, akan
membantu menjaga ketentraman Negara. Bukan hanya para penegak hukum yang wajib
memiliki kode etik yang baik tetapi sebagai masyarakat Indonesia, tidak pandang
bulu siapapun itu. Indonesia butuh jiwa-jiwa yang sehat dan kuat untuk
kesuksesan negara. Sebagai mahasiswa, yang paling utama adalah kejujuran. Karena
dengan menanamkan sikap kejujuran sejak dini, masa depan bangsa Indonesia akan
berada pada puncaknya.
-utami
pratiwi-
Sumber : Sumber1