Popular Post

Posted by : utamibiran Rabu, 26 November 2014


Aku pernah rasakan cinta, indah. Berawal dari 1 tatap, saat pertama mata kita bertemu ntah berasal dari mana cahaya itu menyilaukan parasmu. Mimpi itupun hadir kala dia melempar senyum. Dia satu-satunya sosok yang senyumnya berbeda saat mengarah kepadaku. Tapi senyum itu hanya ku dapat satu kali. Dia menghargai seribu langkah yang telah ditempuh orang lain lebih dulu. Yap. Sebut saja dia kopi. Karena kepahitan mulai muncul satu persatu sebelum aku menemui manisnya, diakhir..

“Hai,” sapa kopi disetiap pagi tepat didepan pintu kelas. Sekali, dua kali, tiga kali, aku mulai bosan mendengar kata itu. Sampai pagi itu aku beranikan diri... “Stop hai lo kalo lo cuma kasih ke gue, gue bukan guru yang setiap pagi harus dapet sambutan”... Mulai saat itu, ku kira usahanya melemah. Yap. Itu hanya harapanku. Memang bukan lagi “Hai,” tapi bahkan  dia selalu mengirimiku pesan di ponsel. Setidaknya, pemilik senyum itu tau tak lagi ada kopi dipagiku.

Aku kira senyum itu akan kembali, nyatanya... Itulah pertama aku mendapat senyum, dan mungkin terakhir kalinya. Sudahlah, aku selalu percaya Tuhan mempersiapkan yg lebih dari si pemilik senyum itu dan mungkin lambat laun dia akan melemparnya lagi.

Sampai suatu siang, saat jam makan siang akupun tersedak saat melihat dia tertawa lepas dengan wanita... Yap wanita yg tak asing bagiku. Ternyata, itu yang menjadi alasanmu tersenyum sekarang. Terkadang, menjauh itu lebih baik, bukan karena berhenti mencinta, namun karena harus melindungi diri agar tak terus terluka...

Baiklah. Aku mengalah, hilangkan tam hilangkan!!!

Akupun tak ingin mengingat ataupun mencari penyebab dia memilihnya, aku benar-benar berhenti saat aku tau mereka bukan lagi berdua, tp bersatu...

          Tunggu dulu. Berpikir! Apa ini balasannya? Kopi! Si pembawa pahit itu kataku. Tuhan, salah apa dia. Baru mencoba, tp sudahku runtuhkan. Apa bedanya aku dan si pemilik senyum itu kalau begitu?

Kopi, si pahit itu mulai berani bertanya walau hanya tentang pelajaran. Dan akupun tidak lagi menutup diri. Bukan karena suka, mungkin terlebih karena aku tidak mau memetik buah pahit sepahit yang ku tanam ke orang lain.

Perhatiannyapun mulai ia tunjukkan. Yap pintar dalam mencari celah, disaat kosong si kopi datang. Disaat senggang dia terus datang. Dia yang mengisi kekosongan. Dan si pemilik senyum? Kelihatannya dia bahagia dengan hidupnya...

Suatu hari, tak ada kopi di pagiku, di waktu kosongku, di waktu yang selalu ia datangi. Kemana dia? Ternyata, dia sakit. Dia tidak hadir. Loh loh loh? Kenapa jadi perhatian.

Kopi, pahitmu hanya diawal kan?

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Utami Pratiwi -